Resume Klasifikasi Islam

Jihan Yulianti (2020403019)
Mata Kuliah    : Klasifikasi Islam
Dosen pengampu    :Ibu Sely Yoanda,S.IP,.MP

KONSEP KLASIFIKASI ISLAM

Dalam kegiatan klasifikasi, setelah menganalisa ciri isi atau subjek suatu dokumen, selanjutnya adalah memberikan kode atau simbol untuk subjek tersebut. Lancaster (1979) menyebut kegiatan ini sebagai penerjemahan hasil analisis ke dalam bahasa indeks. Bahasa indeks dimaksud berupa notasi verbal atau hurufhuruf, angka-angka atau gabungan dari keduanya. Salah satu bahasa indeks yang digunakan untuk menerjemahkan hasil dari kegiatan analisis subjek adalah bagan atau skema klasifikasi. Bagan klasifikasi merupakan daftar atau kumpulan subjeksubjek ilmu pengetahuan yang dilengkapi dengan notasi. Terdapat banyak bagan klasifikasi yang digunakan untuk keperluan pengelompokan bahan pustaka di perpustakaan seperti Dewey Decimal Classification (DDC), Universal Decimal Classification (UDC), Colon Classification (CC), Library of Congress Classification (LCC) dan lain sebagainya. Bagan klasifikasi tersebut merupakan bagan umum yang mencakup berbagai subjek atau beragam disiplin ilmu.

Minimnya cakupan subjek dalam bidang ilmu-ilmu Islam juga diakui oleh banyak ahli. Sayers (1967) dalam Manual Classification for Librarian menyatakan bahwa bagan klasifikasi DDC merupakan pencerminan agama Kristen, sehingga arahnya lebih ke Kristianisentris. Ahmad Tahriri Iraqi juga menyatakan bahwa DDC tidak menjelaskan cukup detail terkait dengan dunia Islam, pengelompokan subjek banyak yang tidak sesuai dengan tradisi Islam dan banyak subjek-subjek keislaman yang penting tidak terakomodir (Arianto, 2006).  Pembagian porsi notasi yang kurang seimbang bagi subjek-subjek yang tercakup di dalam DDC disadari oleh Dewey. Adanya kenyataan tersebut di atas, dan terbatasnya cakupan subjek dari DDC, kemudian memberikan optional terutama kepada agama-agama selain Kristen untuk mengembangkan atau membuat perluasan notasi untuk kebutuhan setempat. Hal ini dapat dilihat dalam bagian pengantar (Introduction) DDC edisi ke 22. 

Dengan kenyataan tersebut, berbagai upaya adaptasi dan perluasan sistem klasifikasi Islam menurut sistem DDC di Indonesia telah beberapa kali diadakan. Menurut Kailani, (1999) Sebagai pionir dalam hal ini adalah Badan Wakaf Islam Yogyakarta yang mengadakan perluasan notasi 297 DDC edisi 15 pada tahun 1958, sehingga menghasilkan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Agama Islam: Perluasan notasi 297 DDC. Hal yang sama juga dilakukan oleh Panitia Tahun Buku Internasional Indonesia 1972 yang mengadakan adaptasi dan perluasan DDC edisi 18 dan menghasilkan Klasifikasi Islam: Perluasan dan Penyesuaian Notasi 297 DDC (1973). 


SEJARAH KLASIFIKASI ISLAM 

Penggolongan ilmu keislaman, terutama di Indonesia, dalam rangka penyeragaman pedoman klasifikasi Islam, Departemen Agama (Kemenag) telah mengadakan penerbitan “Daftar Tajuk Subjek Islam dan Sistem Klasifikasi Islam: Adaptasi dan perluasan DDC seksi Islam”tahun 1987. Demikian juga, Perpustakaan Nasional menerbitkan pedoman klasifikasi Islam dengan judul “Klasifikasi Islam Adaptasi dan perluasan notasi 297 DDC”pada tahun 2005. Dibuat dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Perpustakaan Nasional RI sebagai instansi Pembina yang bertanggung jawab menyediakan pedoman yang baku, standar dan taat azas untuk pengolahan semua jenis bahan pustaka, termasuk di dalamnya menyediakan pedoman klasifikasi untuk agama Islam. Selain itu, dibuatnya pedoman tersebut adalah untuk mengatasi kelemahan dan menyeragamkan penggunaan penggunaan bagan klasifikasi dibidang agama Islam di perpustakaan seluruh Indonesia, serta untuk memenuhi kebutuhan bangsa Indonesia yang mayoritas agama Islam. 

Pedoman klasifikasi Islam pertama kali diterbitkan oleh perpustakaan Nasional adalah ―Klasifikasi Bahan Pustaka tentang Indonesia Menurut DDC oleh Soekarman dan J.N.B Tairas”, diterbitkan pada tahun 1993 dan menggunakan notasi 2X0. Pada tahun 2005 Perpustakaan Nasional kembali menerbitkan pedoman klasifikasi Islam dengan judul “Klasifikasi Islam: Adaptasi dan Perluasan Notasi 297 Dewey Decimal Classification (DDC). Berbeda dengan edisi sebelumnya, notasi yang digunakan adalah 297. Penerbitan pedoman klasifikasi Islam tersebut dilatarbelakangi oleh perkembangan literatur bidang agama khususnya agama Islam cukup besar. Selain itu, dalam sistem klasifikasi persepuluhan Dewey (edisi 22), kelas agama Islam menempati seksi (297) yang kecil dan terbatas. Dalam berbagai kajian penggunaan klasifikasi persepuluhan Dewey bidang agama Islam notasinya dirasa kurang memadai, terbukti dari segi posisinya hanya menempati suatu seksi, struktur notasi kurang mencerminkan pengembangan ilmu bidang agama Islam maupun kelengkapan subjek. Pada tahun berikutnya, Perpustakaan Nasional menyusun kembali Daftar Tajuk Subjek Islam. Kedua pedoman ini menjadi produk yang dibakukan oleh Perpustakaan Nasional dan Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan diterbitkan pada tahun 2006 dengan judul ―Daftar Tajuk Subjek Islam dan Klasifikasi Islam: Adaptasi dan Perluasan Notasi 297 Dewey Decimal Classification” 

Penyusunan bagan klasifikasi Islam ini didasarkan pada struktur yang ada dalam DDC. Bagan ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu bagan yang memuat istilah-istilah subjek dalam bidang kajian Islam dengan disertai notasi dasar dari 297–297.9, tabel-tabel dan indeks untuk membantu pemakai dalam mencari notasi subjek. Dengan berdasarkan prinsip persepuluhan seperti DDC, dalam menyusun bagan klasifikasi, Namun bagan klasifikasi Islam ini membagi seksi menjadi sepuluh kelas sub seksi, dan dari sepuluh kelas sub seksi dibagi lagi menjadi sepuluh sub-sub seksi kelas, dan seterusnya. Selanjutnya notasi dasar 297 mengalami adaptasi dengan mengambil notasi dasar 297 yang dipendekkan dengan menyingkat 97 menjadi X, sehingga menjadi 2X0 dan penyusunan pedomaan ini tetap mengikuti kaidah-kaidah yang ada dalam DDC, seperti penggunaan tabel tambahan yang ada dalam DDC yaitu: 

 Tabel 1 Sub Divisi Standar (Standard Subdivisions) 

Tabel 2 Wilayah (Area Notations) 

Tabel 3 SubdivisiKesusastraan

Tabel 4 Subdivisi Bahasa 

Tabel 5 Etnik dan kelompok bangsa 

Tabel 6 Bahasa-bahasa 

Penggunaan instruksi-instruksi yang ada dalam bagan juga mengikuti sistem yang ada di dalam DDC. Buku pedoman ini juga dilengkapi dengan indeks relatif yang digunakan untuk memudahkan penggunaannya. Dalam penyusunan pedoman klasifikasi Islam, ilmu keislaman dibagi dalam kelompok besar meliputi: Islam (Umum), Tafsir, Hadis, Aqaid dan ilmu kalam, Fiqih, Akhlak dan Tasawuf, Sosial dan Budaya Islam, Filsafat dan perkembangan Islam, Aliran dan Sekte dalam Islam, serta sejarah Islam. Secara rinci Klasifikasi ilmu keislaman dalam ilmu perpustakaan dibagi sebagai berikut:

Berdasarkan pembagian ilmu yang telah disebutkan sebelumnya, secara garis besar objek ilmu dapat dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu alam materi dan non-materi. Sains mutakhir yang mengarahkan pandangan kepada alam materi, menyebabkan manusia membatasi ilmunya pada bidang tersebut. Bahkan sebagian mereka tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan di alam materi. Oleh karena itu, objek ilmu menurut mereka hanya mencakup sains kealaman dan terapan yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggadaan, variasi terbatas, dan pengalihan antarbudaya.


DASAR-DASAR PENGEMBANGAN KEILMUAN BIDANG ISLAM

Pada perkembangan ilmu pengetahuan yang terus terjadi, ilmu pengetahuan juga berkembang dan semakin meningkat perkembangannya. Ilmu pengetahuan dari perluasan islam yang dapat menjadikan ilmu yang sangat luas sehingga bisa berdampingan dengan ilmu ilmu lainnya selain ilmu mengenai islam. Menurut M. Amin Abdullah, paling tidak ada empat tahap perkembangan studi Islam: Pertama perkembangan sebelum tahun 1950. Pada perkembanga ini yang dimaksud dengan studi Islam adalah terbatasnya ulum al-din dalam arti ulum al-naqliyah saja, seperti fiqh, tafsir hadis, dan tarikh. Perkembangan kedua terjadi antara tahun 1951-1975. Pada periode ini, pada tahun sekitar 1960-an muncul gagasan tentang perlunya mengakui studi lain di luar ulum al naqliyah sebagaimana terjadi pada periode pertama seperti keilmuan humanitis, ilmu sosial, dan ilmu alam. Pada perkembangan ketiga, yang telah memasuki tahun 1976 sampai dengan akhir tahun 1995 makna studi Islam (islamic studies) telah memasuki perkembangan baru seiring dengan mulai munculnya beberapa tawaran baru yang diberikan oleh pemikir progresif. Perkembangan yang dimaksud ini adalah perlunya kajian mengenai Islam untuk memanfaatkan ilmu-ilmu lain sebagai alat bantu dalam memecahkan kenyataan dari suatu masalah. Menurut kedua “pioner” studi Islam (terutama PTAI) di Indonesia, untuk mengetahui Islam tidak bisa hanya didasarkan pada ilmu naqli semata, namun harus menggunakan perspektif lain dan multifaced.

Perkembangan yang terakhir, berlangsung sekitaran tahun 1996 sampai dengan sekarang. Periode inilah yang muncul seiring dengan belum tercapainya kemaksimalan peran dari studi Islam dalam memberikan kemudahan dalam pemecahan terhadap masalah secara nyata atau realita. Hal inilah yang sebagian disebabkan oleh filosofi dalam memaknai studi Islam yang belum jelas. Pada periode ini studi Islam tidak lagi terbatas pada wilayah ilmu-ilmu naqli yang dalam cara kerjanya menggunakan bantuan displin ilmu lain, akan tetapi yang termasuk dalam studi Islam adalah apa pun displin ilmu ketika menjadikan al-Qur’an dan Hadist sebagai inspirasi dari perluasan ilmu perkembangan islam maka termasuk wilayah studi Islam.

KELEMAHAN DDC BIDANG ISLAM

Kelemahan Sistem Klasifikasi Islam: Adaptasi dan Perluasan DDC seksi Islam diantaranya adalah sebagai beriktut: 

1) Kurang terperinci pada Kelas Islam umum (2X0), untuk faset Islam dan Bahasa; dan faset Islam dan Sastra belum terakomodir. 

2) Akan terjadi penumpukkan notasi pada subjek yang berbeda [Islam umum (2X0)], misalnya untuk notasi Islam dan filsafat; Islam dan ilmu sosial; Islam dan ilmu murni; Islam dan Teknologi; Islam dan kesenian; Islam dan bidang lainnya dikelompokan pada notasi 2X0 [Islam (umum)]. Sehingga notasi untuk berbagai subjek tersebut akan mempunyai notasi yang panjang dan harus menggunakan bagan Dewey Decimal Classification.

3) Qualifier kurang, terutama pada faset-faset yang menggunakan istilah Arab misalnya pada faset tajwid, gramatika Al-Qur’an, ma’ani AlQur’an, majaz Al-Qur’an, amsal Al-Qur’an, I’jazul Al-Qur’an, nasikh dan mansukh, garib Al-Qur’an, rasm Al-Qur’an, dan faset-faset lainnya yang menggunakan istilah Arab. 

4) Petunjuk penggunaan tabel kurang, misalnya pada faset organisasi sosial dan faset sekte dan aliran dalam Islam seyogyanya diberikan petunjuk untuk menggunakan tabel 2 wilayah. Karena pada faset tersebut menguraikan organisasi dan sekte yang berada beberapa wilayah yang berbeda. 

5) Indeks relatif masih terdapat kekurangan diantaranya adalah sebagai berikut: 

        a) Kurang terperinci, masih terdapat faset-faset yang belum terakomodir dalam indeks seperti faset Druz, Jubaiyah dan lain sebagainya. 

        b) Cross reference (petunjuk silang) kurang, misalnya pada Perzinahan lihat Zina, dan lain sebagainya. 

6) Akan menimbulkan broken order. 

7) Tidak konsistennya waktu untuk pengembangan bagan klasifikasi. 8) Belum ada badan pengawas.

    Arianto (2006) menjelaskan bahwa kekurangan yang ada pada sistem klasifikasi DDC mendapat tanggapan dari berbagai pihak, baik itu sarjana muslim maupun non-muslim (Barat). Tanggapan non-muslim mengenai hal ini dijelaskan bahwa DDC masih cenderung terhadap Kristiani dan Anglo-Saxon, selain itu meskipun DDC telah digunakan secara luas namun masih belum memenuhi kebutuhan berbagai budaya dan negara lain. Begitupun tanggapan dari sarjana muslim yang menjelaskan bahwa sistem klasifikasi DDC didominasi oleh Barat dalam bidang manajemen informasi sehingga tidak kondusif untuk kelanjutan sudut pandang Muslim. Klasifikasi tersebut hanya berorientasi pada barat baik itu literatur, agama, budaya, adat dan lain sebagainya, sehingga tidak memadai untuk subjek keislaman.

    Kelemahan tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap koleksi keislaman yang ada di berbagai perpustakaan karena dalam DDC porsi agama Islam terlampau kecil kelas nya dikarenakan tidak adanya kelas utama dan divisi hanya ada seksi yaitu 297. Oleh karena itu dalam mengatasi kelemahan mengenai klasifikasi Islam ini lembaga pemerintah telah melakukan upaya pengembangan dengan mengadakan perluasan pada notasi 297.


PENYUSUNAN BAGAN KLASIFIKASI ISLAM

Penyusunan bagan klasifikasi Islam ini didasarkan pada struktur yang ada dalam DDC. Bagan ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu bagan yang memuat istilah-istilah subjek dalam bidang kajian Islam dengan disertai notasi dasar dari 297–297.9, tabel-tabel dan indeks untuk membantu pemakai dalam mencari notasi subjek. Dengan berdasarkan prinsip persepuluhan seperti DDC, dalam menyusun bagan klasifikasi, Namun bagan klasifikasi Islam ini membagi seksi menjadi sepuluh kelas sub seksi, dan dari sepuluh kelas sub seksi dibagi lagi menjadi sepuluh sub-sub seksi kelas, dan seterusnya. Sepuluh kelas seksi tersebut (Kailani, 2006) adalah sebagai berikut: 

297 Islam Umum 

297.1 Al-Qur‘an dan Ilmu yang berkaitan 

297.2 Hadis dan ilmu yang berkaitan 

297.3 Aqidah dan ilmu yang berkaitan 

297.4 Fiqih

297.5 Ahlak dan Tasawuf 

297.6 Sosial dan Budaya 

297.7 Filsafat dan perkembangan 

297.8 Aliran dan Sekte 

297.9 Sejarah Islam dan Biografi

Penggunaan tabel dalam bagan klasifikasi Islam ini terdiri dari enam tabel, yaitu tabel subdivisi standar (tabel 1) , tabel wilayah (tabel 2), tabel sub divisi kesusastraan (tabel 3), tabel sub divisi bahasa (tabel 4), tabel 5 etnik dan kelompok bangsa (tabel 5) dan tabel bahasa (tabel 6). Indeks di dalam bagan ini juga mengunakan indeks relatif, yaitu berusaha mengumpulan aspek-aspek subjek berkaitan.

Sedangkan apabila menggunakan sistem klasifikasi adaptasi dan perluasan notasi DDC Seksi Islam (Kementrian Agama) maka kelas utama bagan klasifikasi Islam ini dibagi menjadi sepuluh kelas utama, dan dari sepuluh kelas utama dibagi lagi menjadi sepuluh sub kelas, dan seterusnya. Sepuluh kelas utama tersebut (Kailani, 2006) adalah sebagai berikut: 

2X0 Islam Umum 

2X1 Al-Qur‘an dan Ilmu yang berkaitan 

2X2 Hadis dan ilmu yang berkaitan 

2X3 Aqaid dan ilmu yang berkaitan 

2X4 Fiqih 

2X5 Ahlak dan Tasawuf 

2X6 Sosial dan Budaya 

2X7 Filsafat dan perkembangan 

2X8 Aliran dan Sekte 

2X9 Sejarah Islam dan Biografi

Penggunaan tabel dalam bagan klasifikasi Islam ini terdiri dari tiga tabel, yaitu tabel subdivisi standar (tabel 1) , tabel wilayah (tabel 2), dan tabel bahasa (tabel 6). Indeks di dalam bagan ini juga mengunakan indeks relatif, yaitu berusaha mengumpulan aspek-aspek subjek berkaitan.


PENGGUNAAN BAGAN PERLUASAN DAN ADAPTASI DDC SKB

  Sistem klasifikasi Islam Adaptasi dan Perluasan Notasi DDC seksi Islam (Kementerian Agama) ini disusun untuk mengakomodasi perkembangan subjek di bidang agama Islam. Sistem ini dikembangkan dari bagan klasifikasi DDC, khususnya untuk agama Islam. Oleh karena itu dinamakan Sistem Klasifikasi Islam: Adaptasi dan Perluasan DDC seksi Islam. Sistem ini dikembangkan oleh Badan Litbang Departemen Agama. Penerbitan sistem klasifikasi Islam ini dilakukan setelah beberapa kajian mendalam melalui serangkaian pertemuan antar perpustakaan seperti perpustakaan IAIN di seluruh Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan perpustakaan PDII-LIPI (Kailani, 2003).


Contoh:

ISLAM DAN KEDOKTERAN

DISIPLIN ILMU                   / PMEST                                 / BENTUK

ISLAM DAN TEKNOLOGI / ISLAM DAN KEDOTERAN / -

2X0.6                                 / 2X0.61

NOTASI: 2X0.61


SENI DALAM PANDANGAN ISLAM : SENI VOKAL, MUSIK DAN TARI

DISIPLIN ILMU                              / PMEST                                   / BENTUK

KESENIAN DAN KEBUDAYAAN / SENI MUSIK, SUARA, TARI / -

2X6.7                                           / 2X6.78

NOTASI : 2X6.78


AKIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

DISIPLIN ILMU                                      / PMEST                                             / BENTUK

ALIRAN DAN SEKTE DALAM ISLAM / AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH / -

2X8                                                       / 2X8.1

NOTASI : 2X8.1


PENGGUNAN BAGAN PERLUASAN DAN ADAPTASI DDC: PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BIDANG ISLAM

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (2012: 126) memaparkan upaya adaptasi dan perluasan sistem klasifikasi Islam menurut sistem DDC baik oleh individu maupun lembaga di Indonesia sebagai berikut. 1. Panitia tahun Buku Internasional Indonesia 1972 mengadakan adaptasi dan perluasan DDC Edisi 18 yang menghasilkan “Klasifikasi Islam: Perluasan dan Penyesuaian Notasi DDC 297” pada tahun 1973 2. Center Pespistalisän blam Indonesia mojedition “Klasifikasi Islam: Adaptasi Klasifikasi Perpuluhan Dewey dan Ekspansi 297 tahun 1985

Bagan klasifikasi merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh pengindeks untuk mengelompokkan dokumen atau informasi yang pada dasarnya merupakan susunan sistematis dari alam pengetahuan. Meskipun demikian, bagan klasifikasi yang digunakan di perpustakaan tidaklah semata-mata klasifikasi ilmpengetahuan, akan tetapi klasifikasi ilmu pengetahuan yang digunakan untuk keperluan praktis di dalam penyusunan dokumen dan pengorganisasiannya untuk kepentingan pemakai (Kumar, 1996). Klasifikasi Islam: adaptasi dan perluasan notasi 297 DDC dibuat dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Perpustakaan Nasional RI sebagai instansi Pembina yang bertanggung jawab menyediakan pedoman yang baku, standar dan taat azas untuk pengolahan semua jenis bahan pustaka, termasuk di dalamnya menyediakan pedoman klasifikasi untuk agama Islam. Penyusunan bagan klasifikasi Islam ini didasarkan pada struktur yang ada dalam DDC.

Adaptasi dan Ekspansi ke Bagan Klasifikasi Agama Islam Perkembangan sastra bidang agama khususnya Islam cukup besar, sehingga diperlukan suatu sistem pengolahan bahan pustaka yang baku, seragam dan taat asas. Pada DDC edisi ke-22, kelas agama Islam menempati bagian (297) yang sangat kecil dan terbatas. Dalam praktek penyesuaian dan perluasan notasi bagian Islam ini, berdasarkan surat keputusan bersama antara Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 159 Tahun 1987 ditetapkan bilangan dasar bagian Islam adalah 2X0 dan untuk Perpustakaan Nasional RI menetapkan nomor dasar rubrik Islam (297).

Adaptasi dan perluasan notasi Islam untuk perpustakaan Nasional RI menetapkan 297, kemudian secara rinci notasi Islam dapat dirinci dalam ringkasan di bawah ini. 297 Islam .1 Al-Qur’an dan Ilmu yang berkaitan .2 Hadis dan Ilmu yang berkaitan .3 Aqaid dan Ilmu Kalam .4 Fiqih .5 Akhlak dan Tasawuf .6 Sosial dan Budaya .7 Perkembangan .8 Aliran dan Sekte .9 Sejarah Islam dan Biografi Penerapan dan penggunaan intsruksi yang ada dalam bagan juga mengikuti sistem yang ada dalam DDC. Perluasan Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tajuk Subjek dan Klasifikasi Agama Islam. Sebagai contoh adalah sebagai berikut: 2X0 = Islam (Umum) 2X1 = Al-Quran dan ilmu yang berkaitan 2X2 = Hadis dan ilmu yang berkaitan 2X3 = Aqaid dan Ilmu Kalam 2X4 = Fiqih 2X5 = Akhlak dan Tasawuf 2X6 = Sosial dan Budaya 2X7 = Filasafat dan Perkembangan 2X8 = Aliran dan Sekte 2X9 = Sejarah Islam dan Biografi.


ANALISIS PERBANDINGAN BAHAN PERLUASAN DAN ADAPTASII DDC SKB DENGAN PERPUSTAKAAN NASIONAL 

Sistem Klasifikasi Islam SKB dengan Sistem Klasifikasi Islam Perpustakaan Nasional merupakan pedoman khusus untuk pengklasifikasian subjek ilmu pengetahuan Islam. Didalam Klasifikasi DDC seksi islam pada Perpustakaan Nasional dan SKB terdapat perbedaan Pada notasi kelas 2X0 dan 297 terdapat 7 entri notasi yang sama sedangkan 2 entri notasi berbeda. Di SKI Depag tidak ada notasi atau entri islam dan bahasa serta islam dan kesusatraan, sedangkan di SKI Perpusnas itu ada. Perbedaan lainnya terletak pada misalnya seperti Islam dan ilmu sosial, di SKI Depag misalnya Islam dan perubahan sosial, tetapi di SKI Perpusnas Islam dan adopsi anak; Islam dan ilmu murni, di SKI Depag misalnya Kalender islam, tetapi di SKI Perpusnas Islam dan astronomi.

Disusun untuk mengakomodasi perkembangan subjek di bidang agama Islam. Sistem ini dikembangkan dari bagan klasifikasi DDC, khususnya untuk agama Islam. Oleh karena itu dinamakan Sistem Klasifikasi Islam: Adaptasi dan Perluasan DDC seksi Islam. Sistem ini dikembangkan oleh Badan Litbang Departemen Agama. Penerbitan sistem klasifikasi Islam ini dilakukan setelah beberapa kajian mendalam melalui serangkaian pertemuan antar perpustakaan seperti perpustakaan IAIN di seluruh Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan perpustakaan PDII-LIPI. 

Sistem klasifikasi Islam yang menggunakan notasi dasar 2X0 telah ditetapkan atau disahkan penggunaannya melalui surat keputusan bersama antara Menteri Agama Dan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI tahun 1987, yaitu nomor 159 tahun 1987 dan nomor 0543 C/U/1987. Kalangan pengguna sistem ini adalah perpustakaan-perpustakaan IAIN, STAIN, Madrasah, Perpustakaan Masjid, dan perpustakaan Islam lainnya (Kailani, 2003).

Perluasan DDC seksi Islam tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya atau terbatasnya cakupan subjek terutama bidang Islam yang terdapat dalam bagan klasifikasi DDC yang ada, sementara jumlah literatur Islam terus berkembang. Sebagai suatu bagan klasifikasi yang bersifat universal, DDC mencakup seluruh subjek-subjek ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya subjek-subjek yang berkaitan dengan agama Islam. Meskipun demikian tidak semua subjek yang tercakup di dalam DDC mendapatkan porsi yang sama. Beberapa subjek mempunyai porsi yang luas, sebaliknya subjek lainnya mendapat porsi yang terbatas. Salah satu subjek yang mendapat porsi notasi yang terbatas adalah bidang agama Islam. Adanya kenyataan tersebut di atas, dan kesadaran akan terbatasnya cakupan subjek dari DDC ini, kemudian memunculkan alternatif untuk memberikan ‗optional‘ terutama kepada kepada agama-agama selain Kristen untuk mengembangkan atau membuat perluasan notasi untuk keperluan setempat.


TAJUK SUBJEK ISLAM

Tajuk subjek merupakan sebuah daftar yang dibuat secara sederhana sesuai denganurutan abjad serta istilah yang memang sangat dibutuhkan dalam menentukan subyek-subyek koleksi yang terdapat dalam bahan pustaka di perpustakaan. Dengan melakukan pencarian informasi melalui subyek ini dapat membantu pemakai untuk memperluas maupun mempersempit subyek yang diinginkan, karena tajuk subyek ini sudah berstruktur dan sudah terkendali untuk menyatakan konsep dari tajuk subyek yang dicari. Tajuk subyek juga tidakterdiri dari satu suku kata melainkan juga terdir dari bentuk dua atau lebih suku kata, yang tidak menyerupa isuatu kalimat.

Prinsip Dalam Menentukan Tajuk Subjek

1. Pengguanaan istilah yang spesifik ( Spesifik dan langsung )

2. Penggunaan istilah yang biasa digunakan ( Keterpakaian )

3. Satu istilah untuk semua ( Keseragaman ) 

4. Penggunaan Sistem Transliterasi 

5. Tajuk subjek disusun guna memenuhi keperluan pembaca 

6. Penggunaan Bahasa Indonesia

Penggunaan Sistem Acuan Acuan Lihat

Acuan ini menuntun para pengguna dari satu tajuk yang tidak dipakai sebagai tajuk subjek ketajuk yang dipakai sebagai tajuk subjek untuk entri. Contohnya : Munahakat lihat Hukum Islam- Perkawinan. Ini berarti, apabila seorang pembaca mencari dalam catalog dibawah tajuk Munahakat, mencari pada Tajuk Hukum Islam – Perkawinan.

Acuan Lihat Juga

Acuan ini dipergunakan dalam menunjukkan satu tajuk subjek ketajuk subjek yang lain, yang semuanya dipakai sebagai tajuk subjek entri, contoh :Fikih lihat juga HUKUM ISLAM ; HUKUM ISLAM – PERKAWINAN; HUKUM PIDANA ISLAM yang berarti acuan “lihat juga “ memungkinkan pembaca memiliki buku yang lain yang berhubungan dengan subjek yang terkait.

Acuan Umum

Ada saatnya acuan “lihat” dan “ lihat juga” tidak hanya ditujukan dengan tajuk tertentu. Tapi juga pada golongan subjek yang pada umumnya terlalu banyaak untuk disebut satu persatu, karena itu disebut satu atau dua, contoh : AKHLAK TERCELA Lihat Juga Nama-nama Akhlak tercela, contoh : DUSTA, HASAD, SOMBONG dan lainnya.

Penggunaan symbol “X” dan “XX” Dalam entri tajuk tertentu sertai informasi tentang tajuk lain yang digunakan ataupun tidak, dengan member symbol “X” untuk yang tidak digunakan sedangkan “XX” untuk yang digunakan. Misalnya : SALAT TAHAJUD 2X4.122 1 x SALAT MALAM xx QIYAMULLAIL Maksudnya : Salat Malam Lihat Salat Tahajud QIYAMMULLAIL lihat juga SALAT TAHAJUD   Bentuk-bentuk Tajuk Subjek Tajuk dengan subdivisi

  Tajuk utama baik tunggal ataupun ganda dapat diberis ubdivisi, baik subdivisi bentuk, tempat, atau waktu. Contoh : FIKIH-KAMUS (bentuk) ISLAM DAN EMANSIPASI WANITA-MALAYSIA (tempat) FILSAFAT ISLAM-ABAD KE- 19(waktu) HUKUM ISLAM-WARIS( topik)

Tajuk nama diri Nama diri baik nama orang, lembaga atau benda lainnya, seperti nama sungai, nama negara, nama wilayah, dapat kita gunakan untuk menentukan tajuk subyek. Bentuk tajuk dalam hal ini sebagaimana diatur dalam peraturan katalogisasi tentang penentuan benda tajuk. Contoh : AL-SYAFI'I, MUHAMMAD IBN IDRIS, Bukan Imam Syafi'i Bukan Muhammad bin Idris al-Syafi'i


REFERENSI

Arianto, M Solihin. 2006. “Islamic Knowledge classification Scheme in Islamic Countries’             Libraries” volume 44, no 2. Uin Sunan Kalijaga.

Lancaster, F.W. (1979). Information retrieval system: Characteristics, testing and evaluation. New York: Wiley.

Kailani Er, Muh. “Daftar Tajuk Subjek Islam Dan Klasifikasi Islam: Adaptasi Dan Perluasan Notasi 297 Dewey Decimal Classification (DDC,” n.d. 

———. “Daftar Tajuk Subyek Islam Dan Sistem Klasifikasi Islam: Adaptasi Perluasan DDC Seksi Islam.” Jakarta: Departemen Agama RI, 1998.

Dewey, Melvil. (2003). Dewey Decimal Clasification dan Relative Index (22 rd ed.) New York: OCLC,Inc



Komentar